Saturday 6 October 2012

"POTENSI, PERMASALAHAN DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN RAWA GAMBUT SECARA LESTARI"

 Penulis : Herman Daryono


ABSTRAK
Luas lahan gambut di Indonesia menurut Puslittanak (1981) adalah 26,5 juta Ha dengan
perincian di Sumatera seluas 8,9 juta Ha, Kalimantan 6,5 juta Ha, Papua 10,5 juta Ha dan lainnya 0,2
juta Ha. Laju kerusakan hutan dilaporkan terus meningkat, laporan terakhir dari Badan Planologi
Kehutanan (2005) diperoleh bahwa laju deforestasi baik pada kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan pada periode antara tahun 1997 - 2000 di Indonesia mencapai 2,83 juta hektar/tahun termasuk di dalamnya kerusakan hutan lahan gambut.Tetapi akhiir-akhir ini dilaporkan tingkat degradasi menurun mendekati satu juta hekar. Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang unik, dan rapuh (fragile), habitatnya terdiri dari gambut dengan kedalaman yang bervariasi mulai dari 25 cm hingga lebih dari 15 m, mempunyai kekayaan flora dan fauna yang khas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Lahan gambut mempunyai peran yang penting dalam menjaga dan
memelihara keseimbangan lingkungan kehidupan, baik sebagai reservoir air, rosot dan carbon
storage, perubahan iklim serta keanekaragaman hayati yang saat ini eksistensinya semakin terancam.

Oleh karena itu, pegelolaan secara bijaksana harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek
sosial, ekonomi dan budaya maupun fungsi ekologi sehingga kelestarian hutan rawa gambut dapat
terjamin. Lahan gambut mempunyai karakteristik yang spesifik seperti adanya subsidensi, sifat
irreversible drying, hara mineral yang sangat miskin serta sifat keasaman yang tinggi dan mudah
terbakar apabila dalam keadaan kering, kekurangan air pada lahan gambut tersebut, sehingga peran hidrologi/tata air di lahan gambut sangatlah penting. Ada beberapa tipologi di lahan rawa gambut yang perlu diketahui, sehingga dalam melakukan rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi dapat lebih berhasil. Pelestarian hutan rawa gambut dengan segala nilai kekayaan biodiversity harus segera ditindaklanjuti dengan nyata, dengan merehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi.baik hidrologi maupun revegetasi. 

Pemilihan jenis yang tepat, teknologi dan kelembagaan rehabilitasi perlu dikaji
dan diketahui sehingga kegagalan dalam melakukan rehabilitasi dapat dihindari. Lahan sulfat
masam aktual merupakan salah satu lahan konservasi yang memerlukan jenis yang spesifik untuk
dapat hidup di situ, karena adanya senyawa pirit yang bersifat racun. Jenis yang dapat tumbuh antara
lain : gelam (Melaleuca sp.), tanah-tanah (Combretocarpus rotundatus) dan lain-lain. Konversi hutan
lahan gambut untuk penggunaan lain diharapkan tidak terjadi lagi. Hasil uji coba pengembangan
jenis pohon asli dan bernilai ekonomi perlu diimplementasikan untuk rehabilitasi kawasan lahan
gambut yang terdegradasi
download file

"KAJIAN INDUSTRI DAN KEBIJAKAN PENGAWETAN KAYU: SEBAGAI UPAYA MENGURANGI TEKANAN TERHADAP HUTAN"

 Penulis : Ir. SUBARUDI, M. Wood, Sc., & Barly

Penggunaan kayu-kayu yang diawetkan akan mengurangi laju pergantian kayu sehingga hal ini
akan memperlambat atau mengurangi laju penebangan hutan. Oleh karena itu, kajian industry dan
kebijakan pengawetan kayu sangat diperlukan sebagai upaya mengurangi laju penebangan dan kerusakan hutan. Tujuan kajian ini adalah: (i) memberikan pengertian dan makna dari proses pengawetan kayu, (ii) menjelaskan sejarah pengawetan kayu di Indonesia, (iii) mengidentifikasi permasalahan dan kendala dari proses pengawetan kayu, (iv) melakukan analisa finansial proses pengewetan kayu, dan (v) menyusun strategi untuk pengembangan industry pengwetan kayu ke depan. Pengawetan kayu pada dasarnya merupakan tindakan pencegahan (preventive), berperan untuk meminimalkan atau meniadakan kemungkinan terjadi cacat yang disebabkan organisme perusak kayu, bukan pengobatan (curative). Pengawetan kayu dapat meningkatkan efisiensi penggunaan sumber bahan baku kayu, penggunaan yang bervariasi atas berbagai produk kayu yang diawetkan, dan mengurangi frekuensi penggantian produk kayu. Sejarah perkembangan pengawetan kayu dimulai pada tahun 1911 oleh Jawatan Kereta Api (JKA) dengan mengimpor bantalan kayu yang telah diawetkan hingga tahun 1997 sebagai tahun penggalangan pengawetan kayu. Sekalipun usaha pengawetan kayu sudah ada sejak jaman Belanda, namun demikian pengembangan pengawetan kayu juga dihadapkan pada beberapa kendala, seperti : (1) salah persepsi, (2) lemahnya kapasitas kelembagaan, (3) organisasi yang kurang tepat, (4) sumber daya manusia yang rendah, dan (5) kurangnya sarana dan prasarana. Oleh karena itu, strategi pengembangan industri pengawetan kayu dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan peluang berupa: (1) sikap optimis masyarakat (2) dukungan kebijakan pemerintah, (3) kompetisi global, (4) permintaan masyarakat, dan (5) kayu untuk komoditas potensial.
download pdf file

"IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH) DI KABUPATEN BANJAR"

 Penulis : Idin Saepudin Ruhimat

Kesatuan Pengelolaan Hutan sebagai sebuah kebijakan publik memerlukan sebuah dukungan
penuh dari semua pihak dalam mengimplementasikannya. Hal ini dikarenakan keberhasilan sebuah
kebijakan publik sangat ditentukan oleh efektivitas implementasi kebijakan publik tersebut. Hasil
penelitian di KPH Kabupaten Banjar menunjukkan hasil sebagai berikut: (1) Kebijakan KPH di
Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan telah dilaksanakan secara efektif dilihat dari sudut pandang
ketepatan kebijakan dalam menyelesaikan permasalahan kehutanan di Kabupaten Banjar dan
ketepatan lingkungan dalam menerima kebijakan . Sedangkan dilihat dari sudut pandang ketepatan
pelaksana kebijakan, dan ketepatan target dari kebijakan maka implementasi kebijakan KPH di
Kabupaten Banjar belum efektif (2) Terdapat beberapa faktor yang secara dominan berpengaruh
terhadap efektivitas implementasi kebijakan KPH di Kabupaten Banjar diantaranya: komunikasi
antar stakeholder, sumber daya, dan partisipasi stakeholder.
download pdf file

Entri Populer