Saturday 4 May 2013

EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN PERMINTAAN, PENAWARAN DAN PASAR PLYWOOD (KAYU LAPIS)

Kayu lapis merupakan produk komposit yang terbuat dari lembaran-lembaran vinir yang direkat bersama dengan susunan bersilangan tegak lurus. Kayu lapis termasuk kedalam salah satu golongan panel struktural, dimana arah penggunaan kayu lapis ini adalah untuk panel-panel struktural. Cikal bakal munculnya kayu lapis terjadi di Mesir sekitar tahun 1500 S.M dimana pada masa tersebut orang-orang Mesir telah mampu membuat vinir untuk menghiasi perabot rumah tangga mereka. Selanjutnya disusul bangsa Yunani dan Roma kuno mengembangkan alat pemotong vinir (Haygreen and Bowyer, 1993). Seiring dengan meningkatnya kebutuhan bahan konstruksi maka keberadaan industri kayu lapis mulai berkembang.

lebih lengkapnya langsung Downoad

Ilmu Wajib Rimbawan



Pernyataan Prof. Simon  tentang ilmu yang wajib menjadi bekal minimal seorang rimbawan, yaitu: Ukur Kayu, Inventore Hutan, Sistem Silvikultur, Eksploitasi Hasil Hutan dan Tata Hutan, yang merupakan ilmu pendukung  Ilmu Penentuan Etat -- atau juga kita kenal sebagai yield regulation atau harvest scheduling) menarik untuk disimak. Beliau tekankan bahwa ilmu-ilmu tersebut adalah ciri-ciri pembeda atau distinguishing characteristics, yang memilahkan sarjana kehutanan dengan sarjana non-kehutanan. Bila seorang sarjana kehutanan tidak menguasai ilmu-ilmu tersebut maka dia tidak berbeda dengan sarjana non-kehutanan, dan akan mengambil kebijakan atau tindakan yang sama saja dengan yang akan diambil seorang layman atau orang awam kehutanan. Ada beberapa indikasi, sebagian dari kita pegawai Kementerian Kehutanan, sangat mungkin kena tohok pernyataan Prof. Simon.  Berikut beberapa indikasi tersebut.

Ingin lebih lengkapnya, langsung download aja Disini

Mengapa Ekosistem Hutan Mangrove (Hutan Bakau) harus diselamatkan dari Kerusakan Lingkungan



Rusminarto et al. (1984) dalam pengamatannya di areal hutan mangrove di Tanjung Karawang menjumpai 9 jenis nyamuk yang berada di areal tersebut. Dilaporkan bahwa nyamuk Anopheles sp., nyamuk jenis vektor penyakit malaria, ternyata makin meningkat populasinya seiring dengan makin terbukanya pertambakan dalam areal mangrove. Ini mengindikasikan kemungkinan meningkatnya penularan malaria dengan makin terbukanya areal-areal pertambakan perikanan. Kajian lain yang berkaitan dengan polutan, dilaporkan oleh Gunawan dan Anwar (2005) yang menemukan bahwa tambak tanpa mangrove mengandung bahan pencemar berbahaya merkuri (Hg) 16 kali lebih tinggi dari perairan hutan mangrove alami dan 14 kali lebih tinggi dari tambak yang masih bermangrove (silvofishery). Saat ini sedang diteliti, di mana kandungan merkuri diserap (pohon mangrove, biota dasar perairan, atau pun ikan).
untuk lebih lengkapnya langsung download Disini

Kalista Alam Menang Gugatan PTUN, Gubernur Aceh dan Walhi Banding




Oleh Sapariah Saturi,  May 2, 2013 10:28 pm
Ke(pem)bakaran lahan di Rawa Tripa, termasuk terjadi di konsesi PT Kalista Alam tahun lalu. Kerusakan lahan dan hutan gambut Rawa Tripa dengan dibukanya beberapa perkebunan sawit di sini. Putusan PTUN Banda Aceh yang memenangkan gugatan PT Kalista Alam, atas pencabutan izin budidaya perkebunan oleh Gubernur Aceh akhir tahun lalu menjadi sinyal buruk alam dan lingkungan. Foto: Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa
Kabar buruk bagi alam dan lingkungan Aceh dan negeri ini. Perusahaan perkebunan sawit yang memiliki konsesi di Rawa Tripa, Nagan Raya, PT Kalista Alam, memenangkan gugatan tata usaha negara terhadap Gubernur Aceh. Gubernur Aceh dan Walhi pun akan banding.
Izin Rawa Tripa dicabut Gubernur Aceh, setelah ada putusan dari Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PPTUN) di Medan, yang memenangkan gugatan Walhi melawan Gubernur Aceh  dan PT Kalista Alam atas pencabutan surat izin usaha budidaya di Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Pada 3 April 2012, PTUN Banda Aceh menolak gugatan Walhi dengan alasan tidak berwenang memeriksa perkara gugatan itu. Walhi pun mengajukan banding dan menang.
Dikutip dari Atjehpost.com, dalam persidangan di PTUN Banda Aceh, Kamis (2/5/13), majelis hakim memerintahkan Gubernur Aceh mencabut Surat Keputusan Gubernur Nomor 525/BP2T/5078/2012 yang berisi pencabutan izin usaha budidaya perkebunan seluas 1.605 hektar di kawasan Rawa Tripa, Nagan Raya.
Majelis hakim yang dipimpin Yusri Arbi dan hakim anggota Eko Priyanto dan Ade Mirza Kurniawan ini berpendapat dasar Gubernur Aceh mencabut izin PT Kalista Alam yaitu putusan PTTUN Medan nomor 89 tahun 2012 belum memiliki kekuatan hukum tetap karena hingga saat ini perkara itu masih di Mahkamah Agung. PT Kalista Alam mengajukan kasasi.
Dalam penyampaian pendapat akhir para pihak sebelum majelis hakim mengeluarkan putusan, tergugat Gubernur Aceh melalui kuasa hukum, Bahrul Ulum menyatakan majelis hakim harus mematuhi Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2011 tentang perkara-perkara yang tidak memenuhi syarat kasasi seperti surat izin Gubernur Aceh terhadap PT Kalista Alam karena obyek izin berada di Aceh. “Pemerintah Aceh mempunyai kewenangan untuk memberi dan mencabut izin,” kata Bahrul Ulum dalam persidangan itu.
Sedangkan penggugat PT Kalista Alam melalui kuasa hukum, Rebecca, menyatakan, Gubernur Aceh telah mengeluarkan keputusan bertentangan dengan aturan perundang-undangan. Sebab, obyek gugatan (surat izin Gubernur Aceh terhadap PT Kalista Alam) belum punya kekuatan hukum tetap karena masih tahap kasasi.
Gubernur dan Walhi Banding
Menyikapi keputusan ini, tergugat I Pemerintah Aceh dan tergugat II intervensi Walhi Aceh, menyatakan akan banding ke PTTUN di Medan. Dikutip dari Acehterkini.com, Teuku Muhammad Zulfikar, Direktur Walhi Aceh, tegas mengatakan, tidak menerima putusan PTUN Banda Aceh yang mengabulkan gugatan PT. Kalista Alam. “Kita berkoordinasi lagi dengan tim untuk merencanakan upaya banding ke PTTUN Medan,” katanya, Kamis (2/5/2013).
Senada dikatakan Kuasa Hukum Gubernur Aceh, Bahrul Ulum. Bahrul mengatakan, akan berkoordinasi lebih lanjut dengan tim pengacara terkait banding atau tidak atas putusan ini. “Kemungkinan Pemerintah Aceh akan banding.”
Di luar sidang, puluhan  aktivis Tim Koalisi Penyelamat Rawa Tripa atau TKPRT bersama perwakilan masyarakat Rawa Tripa aksi di depan PTUN. Massa aksi diam dengan menutup mulut dan membawa poster serta spanduk bertuliskan dukungan terhadap Gubernur Aceh yang telah mencabut izin PT Kalista Alam.
Koordinator TKPRT, Irsadi Aristora, dalam orasi meminta majelis hakim PTUN Banda Aceh yang menyidangkan kasus ini bertindak adil. Dia berharap, tidak ada permainan dalam persidangan kasus ini. “Jika putusan ini tidak adil akan merugikan masyarakat Rawa Tripa dan Pemerintah Aceh.” Dia berharap, Pemerintah Aceh dan Walhi Aceh untuk banding jika hakim PTUN Banda Aceh memenangkan PT Kalista Alam dalam gugatan itu.
http://photos.mongabay.com/11/1221naganraya2_568.jpg
Area konsesi asli PT Kalista Alam (garis pink) dan konsesi ‘baru’ (tanda merah) di hutan gambut Rawa Tripa via satelit 2006. Gambar dan keterangan di Tripa Truths, sebuah laporan yang dibuat untuk Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa

Entri Populer