Kayu lapis merupakan produk komposit yang terbuat dari lembaran-lembaran vinir yang direkat bersama dengan susunan bersilangan tegak lurus. Kayu lapis termasuk kedalam salah satu golongan panel struktural, dimana arah penggunaan kayu lapis ini adalah untuk panel-panel struktural. Cikal bakal munculnya kayu lapis terjadi di Mesir sekitar tahun 1500 S.M dimana pada masa tersebut orang-orang Mesir telah mampu membuat vinir untuk menghiasi perabot rumah tangga mereka. Selanjutnya disusul bangsa Yunani dan Roma kuno mengembangkan alat pemotong vinir (Haygreen and Bowyer, 1993). Seiring dengan meningkatnya kebutuhan bahan konstruksi maka keberadaan industri kayu lapis mulai berkembang.
lebih lengkapnya langsung Downoad
Saturday, 4 May 2013
Ilmu Wajib Rimbawan
Pernyataan Prof. Simon tentang ilmu yang wajib menjadi bekal minimal
seorang rimbawan, yaitu: Ukur Kayu, Inventore Hutan, Sistem Silvikultur,
Eksploitasi Hasil Hutan dan Tata Hutan, yang merupakan ilmu pendukung Ilmu Penentuan Etat -- atau juga kita kenal
sebagai yield regulation atau harvest scheduling) menarik untuk
disimak. Beliau tekankan bahwa ilmu-ilmu tersebut adalah ciri-ciri pembeda atau
distinguishing characteristics, yang memilahkan sarjana kehutanan dengan
sarjana non-kehutanan. Bila seorang sarjana kehutanan tidak menguasai ilmu-ilmu
tersebut maka dia tidak berbeda dengan sarjana non-kehutanan, dan akan
mengambil kebijakan atau tindakan yang sama saja dengan yang akan diambil
seorang layman atau orang awam kehutanan. Ada beberapa indikasi,
sebagian dari kita pegawai Kementerian Kehutanan, sangat mungkin kena tohok
pernyataan Prof. Simon. Berikut beberapa
indikasi tersebut.
Ingin lebih lengkapnya, langsung download aja Disini
Mengapa Ekosistem Hutan Mangrove (Hutan Bakau) harus diselamatkan dari Kerusakan Lingkungan
Rusminarto
et al. (1984) dalam pengamatannya di areal hutan mangrove di Tanjung Karawang
menjumpai 9 jenis nyamuk yang berada di areal tersebut. Dilaporkan bahwa nyamuk
Anopheles sp., nyamuk jenis vektor penyakit malaria, ternyata makin meningkat
populasinya seiring dengan makin terbukanya pertambakan dalam areal mangrove.
Ini mengindikasikan kemungkinan meningkatnya penularan malaria dengan makin
terbukanya areal-areal pertambakan perikanan. Kajian lain yang berkaitan dengan
polutan, dilaporkan oleh Gunawan dan Anwar (2005) yang menemukan bahwa tambak
tanpa mangrove mengandung bahan pencemar berbahaya merkuri (Hg) 16 kali lebih
tinggi dari perairan hutan mangrove alami dan 14 kali lebih tinggi dari tambak
yang masih bermangrove (silvofishery). Saat ini sedang diteliti, di mana
kandungan merkuri diserap (pohon mangrove, biota dasar perairan, atau pun
ikan).
untuk lebih lengkapnya langsung download Disini
Kalista Alam Menang Gugatan PTUN, Gubernur Aceh dan Walhi Banding
Oleh Sapariah Saturi, May
2, 2013 10:28 pm
Ke(pem)bakaran lahan di Rawa Tripa,
termasuk terjadi di konsesi PT Kalista Alam tahun lalu. Kerusakan lahan dan
hutan gambut Rawa Tripa dengan dibukanya beberapa perkebunan sawit di sini.
Putusan PTUN Banda Aceh yang memenangkan gugatan PT Kalista Alam, atas
pencabutan izin budidaya perkebunan oleh Gubernur Aceh akhir tahun lalu menjadi
sinyal buruk alam dan lingkungan. Foto: Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa
Kabar buruk bagi alam dan lingkungan
Aceh dan negeri ini. Perusahaan perkebunan sawit yang memiliki konsesi di Rawa
Tripa, Nagan Raya, PT Kalista Alam, memenangkan gugatan tata usaha negara
terhadap Gubernur Aceh. Gubernur Aceh dan Walhi pun akan banding.
Izin Rawa Tripa dicabut Gubernur Aceh, setelah ada putusan dari Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara (PPTUN) di Medan, yang memenangkan gugatan Walhi melawan Gubernur Aceh dan PT Kalista
Alam atas pencabutan surat izin usaha budidaya di Rawa Tripa,
Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Pada 3 April 2012, PTUN Banda Aceh menolak gugatan
Walhi dengan alasan tidak berwenang memeriksa perkara gugatan itu. Walhi pun
mengajukan banding dan menang.
Dikutip dari Atjehpost.com,
dalam persidangan di PTUN Banda Aceh, Kamis (2/5/13), majelis hakim
memerintahkan Gubernur Aceh mencabut Surat Keputusan Gubernur Nomor
525/BP2T/5078/2012 yang berisi pencabutan izin usaha budidaya perkebunan seluas
1.605 hektar di kawasan Rawa Tripa, Nagan Raya.
Majelis hakim yang dipimpin Yusri
Arbi dan hakim anggota Eko Priyanto dan Ade Mirza Kurniawan ini berpendapat
dasar Gubernur Aceh mencabut izin PT Kalista Alam yaitu putusan PTTUN Medan
nomor 89 tahun 2012 belum memiliki kekuatan hukum tetap karena hingga saat ini
perkara itu masih di Mahkamah Agung. PT Kalista Alam mengajukan kasasi.
Dalam penyampaian pendapat akhir
para pihak sebelum majelis hakim mengeluarkan putusan, tergugat Gubernur Aceh
melalui kuasa hukum, Bahrul Ulum menyatakan majelis hakim harus mematuhi Surat
Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2011 tentang perkara-perkara yang tidak
memenuhi syarat kasasi seperti surat izin Gubernur Aceh terhadap PT Kalista
Alam karena obyek izin berada di Aceh. “Pemerintah Aceh mempunyai kewenangan
untuk memberi dan mencabut izin,” kata Bahrul Ulum dalam persidangan itu.
Sedangkan penggugat PT Kalista Alam
melalui kuasa hukum, Rebecca, menyatakan, Gubernur Aceh telah mengeluarkan
keputusan bertentangan dengan aturan perundang-undangan. Sebab, obyek gugatan
(surat izin Gubernur Aceh terhadap PT Kalista Alam) belum punya kekuatan hukum
tetap karena masih tahap kasasi.
Gubernur dan Walhi Banding
Menyikapi keputusan ini, tergugat I
Pemerintah Aceh dan tergugat II intervensi Walhi Aceh, menyatakan akan banding
ke PTTUN di Medan. Dikutip dari Acehterkini.com, Teuku Muhammad
Zulfikar, Direktur Walhi Aceh, tegas mengatakan, tidak menerima putusan PTUN
Banda Aceh yang mengabulkan gugatan PT. Kalista Alam. “Kita berkoordinasi lagi
dengan tim untuk merencanakan upaya banding ke PTTUN Medan,” katanya, Kamis
(2/5/2013).
Senada dikatakan Kuasa Hukum Gubernur
Aceh, Bahrul Ulum. Bahrul mengatakan, akan berkoordinasi lebih lanjut dengan
tim pengacara terkait banding atau tidak atas putusan ini. “Kemungkinan
Pemerintah Aceh akan banding.”
Di luar sidang, puluhan
aktivis Tim Koalisi Penyelamat Rawa Tripa atau TKPRT bersama perwakilan
masyarakat Rawa Tripa aksi di depan PTUN. Massa aksi diam dengan menutup mulut
dan membawa poster serta spanduk bertuliskan dukungan terhadap Gubernur Aceh
yang telah mencabut izin PT Kalista Alam.
Koordinator TKPRT, Irsadi Aristora,
dalam orasi meminta majelis hakim PTUN Banda Aceh yang menyidangkan kasus ini
bertindak adil. Dia berharap, tidak ada permainan dalam persidangan kasus ini.
“Jika putusan ini tidak adil akan merugikan masyarakat Rawa Tripa dan
Pemerintah Aceh.” Dia berharap, Pemerintah Aceh dan Walhi Aceh untuk banding
jika hakim PTUN Banda Aceh memenangkan PT Kalista Alam dalam gugatan itu.
Area konsesi asli PT Kalista Alam
(garis pink) dan konsesi ‘baru’ (tanda merah) di hutan gambut Rawa Tripa via
satelit 2006. Gambar dan keterangan di Tripa Truths, sebuah laporan yang dibuat
untuk Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa
Subscribe to:
Posts (Atom)
Entri Populer
-
Tersusunnya Rencana Kerja Tahunan ( RKT) Penyuluhan Pertanian oleh Lis Sutrisno 0908114628 Prodi Kehutanan, Fakultas Pertania...
-
Inventarisasi Hutan - Forest Inventory (Inggris) - Bosch Inventarisatie (Belanda) yg berarti kegiatan utk mengumpulkan informasi tentang ...
-
Alat ukur diameter pohon : Pita ukur (pita keliling dan pita diameter/ phiband ) Apitan pohon (ca...
-
http://www.ziddu.com/download/17628616/Alat-alatInventarisasiHutan.pdf.html
-
PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU SEBAGAI BAHAN BAKU P EMBUATAN CUKA KAYU ( wood vinegar ) Lis Sutrisno Mardianti...
-
Jakarta - Pelbagai kengerian tentang masa depan umat manusia, terutama bencana yang diakibatkan kerusakan lingkungan semakin menyebar. ...
-
klik disini untuk download
-
Secara geografis daerah tropis mencakup wilayah yang terletak di antara titik balik rasi bintang Cancer dan rasi bintang Capric...